bontangpost.co.id – Dalam beberapa pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren pelemahan yang cukup signifikan. Sementara itu, mata uang negara tetangga seperti peso Filipina dan ringgit Malaysia justru menguat. Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan: mengapa rupiah terpukul, sementara peso dan ringgit justru tampil sebagai pemenang?
Tekanan Global dan Faktor Domestik
Nilai tukar rupiah belakangan ini mengalami tekanan akibat menguatnya dolar AS. Hal ini dipicu oleh ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve (bank sentral AS) akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari yang diperkirakan. Investor global pun kembali melirik aset dolar AS sebagai safe haven, yang menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, tekanan terhadap rupiah tidak semata berasal dari faktor eksternal. Dari dalam negeri, sentimen negatif juga datang dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, defisit neraca perdagangan, serta kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal pasca pemilu. Semua ini memicu kekhawatiran investor dan memperburuk tekanan terhadap mata uang Garuda.
Mengapa Peso dan Ringgit Menguat?
Berbeda dengan Indonesia, Filipina dan Malaysia berhasil menjaga persepsi positif terhadap fundamental ekonomi mereka. Peso Filipina, misalnya, menguat berkat kebijakan moneter agresif dari Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) dalam merespons inflasi. Selain itu, remitansi dari pekerja migran Filipina yang stabil juga membantu menjaga cadangan devisa negara tersebut.
Sementara itu, ringgit Malaysia mendapat dorongan dari naiknya harga komoditas, terutama minyak sawit dan minyak mentah, yang merupakan komoditas ekspor utama negara tersebut. Selain itu, upaya Bank Negara Malaysia dalam menjaga stabilitas nilai tukar dengan intervensi pasar juga dinilai cukup efektif.
Apakah Rupiah Akan Terus Melemah?
Meskipun tekanan terhadap rupiah saat ini cukup besar, bukan berarti tidak ada harapan. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kestabilan mata uang. Salah satunya adalah dengan memperkuat cadangan devisa, melakukan intervensi di pasar valas, dan menjaga daya tarik investasi melalui stabilitas makroekonomi.
Namun demikian, untuk bisa kembali menguat secara berkelanjutan, Indonesia perlu memperkuat sektor riil, memperbaiki neraca perdagangan, dan meningkatkan kepercayaan investor. Selain itu, penting juga untuk menjaga stabilitas politik dan regulasi agar iklim usaha tetap kondusif.
Kesimpulan
Melemahnya rupiah di tengah penguatan peso dan ringgit menunjukkan bahwa pasar sangat responsif terhadap kombinasi faktor eksternal dan domestik. Kunci dari kekuatan sebuah mata uang bukan hanya terletak pada kondisi global, tetapi juga pada bagaimana negara tersebut membangun ketahanan ekonomi jangka panjang.
Dalam jangka pendek, pergerakan nilai tukar memang sulit diprediksi. Namun dalam jangka panjang, fundamental ekonomi yang kuat dan kebijakan yang kredibel akan selalu menjadi penentu utama.
Ingin artikel ini dibuat dalam format infografis juga?
Comment